oleh: Paranjare
Air menetes bergemeretak pada
atap seng rumah
Angin bertubrukan dengan
daun-daun yang tak bersalah
Burung menggigil di sarangnya
berlindung dari keributan diluar
Halilintar menyambar tampa ampun
Memaksa semua mahluk hidup
menutup mata dan telinga
Waktu yang pas untuk di rumah
saja
Berselimut woll dan secangkir
cokelat panas ditangan
Duduk dibawah jendela mengamati
keributan di luar
Mengamati
Mengamati
Memperhatikan
Melamun
Aku masih saja dititik yang sama
dengan kemarin
Masih tidak melakukan apa-apa
Lebih tepatnya masih disibukkan
dengan dunia lain dan berhalu akan masa depan
Ingin ini, ingin itu
Jadi ini, jadi itu
Bersama ini, bersama itu
Ya, kegalauan anak dua puluhan
yang merasa tak berguna di dunia ini
Setiap manusia memiliki cita-cita
Tapi hanya sebagian yang berhasil
mewujudkannya
Setiap orang memiliki dua puluh
empat jam satu harinya
Tapi tidak semua orang sama dalam
menghabiskan dua empat itu
Sekali lagi,
Bagi yang merasa tidak berguna di
dunia ini
Kita bernasib sama
Bagi yang merasa hidup tanpa
gairah di dunia ini
Kita bernasib sama
Bagi yang merasa punya cita-cita
banyak tapi tidak pernah tercapai satu hal pun
Kita pernah bernasib sama
Yang menjadi pertanyaan adalah
kenapa semua hal itu bisa terjadi pada kita dan tidak bagi mereka yang terlihat
sukses
Jawabannya adalah diri kita
sendiri
Apa yang sudah kita lakukan?
Apakah yang dilakukan sudah
seperti mereka?
Atau setidaknya perjuangan kita
sudah sampai ke tahap seperti mereka?
Tidak, dua puluhan harus sudah
bisa melakukan, memisahkan dan memprioritaskan dari hal-hal lainnya
Sepeti seorang profesor ketika
mengajarkan arti kehidupan bagi mahasiswanya
Ia mengambil sebuah botol kaca
besar, kemudian mengisinya dengan bola golf hingga penuh, lalu profesor
bertanya pada mahasiswanya apakah botol kaca tersebut sudah penuh atau belum,
maka serentak mereka menjawab sudah penuh.
Kemudian profesor mengisi lagi
botol itu dengan pasir hingga penuh kemudian bertanya lagi apakah sudah penuh
atau belum, serentak mereka menjawab sudah penuh dan sedikit senyum dan tawa
yang muncul dari biibir mereka.
Kemudian profesor mengisi lagi
botol itu dengan air hingga penuh dan bertanya kepada mahasiswanya sudah penuh
apa belum, dengan kompak mereka menjawab sudah penuh.
Inilah gambaran hidup kita
mengapa tujuan, cita-cita, keinginan dan apapun yang menjadi target kita belum
tercapai hingga kini. Karena kita masih terlalu sibuk dengan hal-hal yang remeh
dan bukan dari tujuan hidup. Hal ini di
ibaratkan pada botol kaca tersebut. Kita salah memberi prioritas pada dua puluh
empat jam yang dipunya. Ibarat satu botol kaca adalah satu hari kita. Bola
adalah cita-cita, pasir adalah keluarga, teman dan saudara serta air adalah
dunia maya. Dan untuk mencapai cita-cita butuh beberapa gelas karena tidak
dalam sekejap cita-cita akan tergapai.
Kita masih terlena akan dunia
maya, main-main dan rebahan setiap harinya. Maka jika diibaratkan dalam botol
kaca tersebut hanya akan terisi air dan tidak ada ruang untuk bola mengisi. Kita
telah melakukan ini dalam waktu yang lama sehingga sampai pada titik dimana
kenyamanan merenggut semua asa dan cita.
Keluar dari kenyamanan itu adalah
suatu hal yang susah. Menyusun langkah untuk berjalan agar sampai pada
cita-cita juga hal yang tidak mudah. Dibutuhkan konsistensi, tanggung jawab dan
tekad. Semakin banyak porsi bola tiap harinya maka cita-cita akan semakin dekat.