Senin, 04 Mei 2020

Satu Tetes Yang Mematikan



oleh: Paranjare

Air menetes bergemeretak pada atap seng rumah
Angin bertubrukan dengan daun-daun yang tak bersalah
Burung menggigil di sarangnya berlindung dari keributan diluar
Halilintar menyambar tampa ampun
Memaksa semua mahluk hidup menutup mata dan telinga
Waktu yang pas untuk di rumah saja
Berselimut woll dan secangkir cokelat panas ditangan
Duduk dibawah jendela mengamati keributan di luar
Mengamati
Mengamati
Memperhatikan
Melamun

Aku masih saja dititik yang sama dengan kemarin
Masih tidak melakukan apa-apa
Lebih tepatnya masih disibukkan dengan dunia lain dan berhalu akan masa depan
Ingin ini, ingin itu
Jadi ini, jadi itu
Bersama ini, bersama itu
Ya, kegalauan anak dua puluhan yang merasa tak berguna di dunia ini

Setiap manusia memiliki cita-cita
Tapi hanya sebagian yang berhasil mewujudkannya
Setiap orang memiliki dua puluh empat jam satu harinya
Tapi tidak semua orang sama dalam menghabiskan dua empat itu

Sekali lagi,
Bagi yang merasa tidak berguna di dunia ini
Kita bernasib sama
Bagi yang merasa hidup tanpa gairah di dunia ini
Kita bernasib sama
Bagi yang merasa punya cita-cita banyak tapi tidak pernah tercapai satu hal pun
Kita pernah bernasib sama
Yang menjadi pertanyaan adalah kenapa semua hal itu bisa terjadi pada kita dan tidak bagi mereka yang terlihat sukses
Jawabannya adalah diri kita sendiri
Apa yang sudah kita lakukan?
Apakah yang dilakukan sudah seperti mereka?
Atau setidaknya perjuangan kita sudah sampai ke tahap seperti mereka?
Tidak, dua puluhan harus sudah bisa melakukan, memisahkan dan memprioritaskan dari hal-hal lainnya

Sepeti seorang profesor ketika mengajarkan arti kehidupan bagi mahasiswanya

Ia mengambil sebuah botol kaca besar, kemudian mengisinya dengan bola golf hingga penuh, lalu profesor bertanya pada mahasiswanya apakah botol kaca tersebut sudah penuh atau belum, maka serentak mereka menjawab sudah penuh.

Kemudian profesor mengisi lagi botol itu dengan pasir hingga penuh kemudian bertanya lagi apakah sudah penuh atau belum, serentak mereka menjawab sudah penuh dan sedikit senyum dan tawa yang muncul dari biibir mereka.

Kemudian profesor mengisi lagi botol itu dengan air hingga penuh dan bertanya kepada mahasiswanya sudah penuh apa belum, dengan kompak mereka menjawab sudah penuh.

Inilah gambaran hidup kita mengapa tujuan, cita-cita, keinginan dan apapun yang menjadi target kita belum tercapai hingga kini. Karena kita masih terlalu sibuk dengan hal-hal yang remeh dan bukan dari tujuan hidup.  Hal ini di ibaratkan pada botol kaca tersebut. Kita salah memberi prioritas pada dua puluh empat jam yang dipunya. Ibarat satu botol kaca adalah satu hari kita. Bola adalah cita-cita, pasir adalah keluarga, teman dan saudara serta air adalah dunia maya. Dan untuk mencapai cita-cita butuh beberapa gelas karena tidak dalam sekejap cita-cita akan tergapai.

Kita masih terlena akan dunia maya, main-main dan rebahan setiap harinya. Maka jika diibaratkan dalam botol kaca tersebut hanya akan terisi air dan tidak ada ruang untuk bola mengisi. Kita telah melakukan ini dalam waktu yang lama sehingga sampai pada titik dimana kenyamanan merenggut semua asa dan cita.

Keluar dari kenyamanan itu adalah suatu hal yang susah. Menyusun langkah untuk berjalan agar sampai pada cita-cita juga hal yang tidak mudah. Dibutuhkan konsistensi, tanggung jawab dan tekad. Semakin banyak porsi bola tiap harinya maka cita-cita akan semakin dekat.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar