Bulan bersinar terang malam ini. Melihat ada kesedihan mendalam. Teman, sahabat, keluarga, guru dan semua orang yang di bawah sana. Tak ada tangis dari awan.
Ia sengaja pergi agar bintang-bintang dapat menyaksikannya. Semua menjadi saksi atas kejadian malam ini.
Semua orang berkumpul, harus menerima bahwa sang pencipta telah mengambil apa yang telah dicipta. Lantunan kalimat Agung menyertainya. Hati-hati mereka bergetar, berdebar akibat telinga mendengar. Tidak semua air mata keluar tapi hati memang menangis.
Malam ini rentetan manusia berjalan di jalanan. Jalan-jalan tertutup rapat, bukan kendaraan tapi peci yang memenuhi. Kalimat nan agung itu terus dilantunkan sembari mengikuti ia yang dipikul oleh kawan. Orang-orang sekitar bingung, kok ada peci sebanyak ini yang mengikuti. Mereka menengok memperhatikan dimana ujung dari kerumunan peci itu.
Bulan, bintang, langit dan seisinya.
Paham dan mengerti apa arti kehilangan sebenarnya. Aku berjalan diantara peci-peci itu. Bibir berucap seperti mereka berucap. Di bawah sinar rembulan dan bintang. Aku tahu seperti apa yang mereka rasakan. Pertengahan Ramadhan hampir sepersepuluh abad yang lalu. Pagi itu kabar yang sama datang pada diri ini. Bagaimana rasa kehilangan yang sebenarnya, tidak ada harga yang bisa menggantikan. Yang ada sekarang hanya rindu. Rindu ingin memeluk dan berucap maaf.
Yang bisa ku lakukan hari ini hanya berdoa, seperti mereka yang kehilangan hari ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar