Mungkin hanya
foto ini yang menggambarkan sosok dia. Dia yang menjadi pemimpin dan panutan di
keluargaku. Mungkin hanya dengan foto ini aku bisa kembali kepada masa kecilku.
Indah, penuh kenangan, kejengkelan, riangnya semuanya tentang masa kecilku. Memang
aku sudah tidak bisa bertemu dengannya kembali. Tetapi aku bisa bertemu
dengannya hanya dalam dunia mimpi. Ya, hanya itu jalan satu satunya tiada lain.
Mungkin aku tidak terlalu banyak menghabiskan waktu ku dengannya ataupun
sebaliknya. Dia yang tidak terlalu banyak yang menghabiskan waktu dengan ku. Ya,
karena banyak keterbatasan dan kewajiban yang harus dipikulnya. Ia yang
berjuang dan berdedikasi tinggi pada keluarga. Tak peduli apa yang ia rasakan
demi keluarganya agar tetap hidup dengan layak. Karena sifanya yang seperti itu.
Dia menjadi pahlawan bagi keluarga. Hanya sedikit waktu yang bisa aku habiskan
bersamanya, bahkan sangat sangat sedikit sekali. Ia yang harus bekerja
berbulan-bulan berpisah dengan keluarga. Ia yang harus bekerja pagi pulang
malam. Jam 3 kepasar. Jam 7 pagi berangkat bekerja. Jam 7 malam baru ia pulang
dan istirahat. Seperti itulah kesibukannya beberapa tahun sebelum pergi.
Sungguh aku
rindu dia, aku sayang dia. Aku ingat sekali terakhir kali aku melisankan
kata-kata itu padanya. “sayang gak sama
bapak? Rindu gak sama bapak?” pertanyaan yang ia lontarkan ketika aku masih
belia dan ia masih bekerja di Surabaya. Kepulangannya sangat ditunggu-tunggu. Tak
lupa ia selalu membawa satu mainan yang dibawa pulang dari Surabaya. Aku dan mas
ku. Pernah dia membawa mainan kereta-keretaan. Ia bawa tiga, tapi yang satunya
ada cacat dan aku dikasih yang cacat, yang satunya dikasih ke mas ku dan
satunya di jual ke keponakan. Dia tiap kali pulang dari Surabaya selalu bawa
mainan yang berbeda. Dia juga mengerti mainan apa yang lagi nge-tren dikalangan
anak-anak dimasa itu. Gasing, tamiya, crashgear, gameboard dll. Yang aku
salut pada dia adalah ketika berpulang dia selalu bawa oleh-oleh tidak hanya
bagi ku dan mas ku tapi untuk orang lain juga. Bawa roti yang ada selai
margarinnya. Itu sudah seperti oleh-oleh yang tak pernah ketinggalan. Ada juga
astor dan banyak snack-snack lain. Itu semua tidak hanya untuk aku tapi untuk
orang lain juga.
Aku masih
bisa merasakan bagaimana kasarnya jenggotnya. Kuku yang agak panjang. Tak lupa
ketika dia pulang dari Surabaya. Aku sudah nggendol terus sama dia. Tak bisa
lepas. Sering dulu aku tiduran di punggungnya. Ya itulah masa kecilku. Masa-masa
aku masih kanak-kanak. Dulu aku pernah diajak ke Surabaya. Dia berbohong padaku
beberapa kali. Aku kan masih kanak-kanak dan aku masih belum tahu apa-apa. Waktu
di stasiun menunggu kereta yang ingin dinaiki. “ting, tung, ting, tung,…,.,.,.,.,”.
kereta terihat dari kejauhan lalu berhenti. Tapi dia tidak naik kereta itu. Tak
lama kemudian kereta itu berangkat. “hayo.. sepure weh mangkat. Ditinggal sepure
hoo. Klendi weh?”. Singkat cerita di kereta ada yang jualan susu. Aku ingin
susu. Tapi dia bilang belinya nanti pas di Sidoarjo yang banyak keretanya. Nanti
banyak yang jualan susu disana. Sampai turun dari kereta tidak ada yang berjualan
susu lagi. Yah.. kecewa deh. Suatu waktu aku tidur di rumah nenek. Ada yang
membopong aku dalam kegelapan. Aku tidak tahu itu siapa tetap saja aku nyenyak
dalam tidurku. Keesokan harinya aku baru tahu siapa yang membopong aku tadi
malam. Ternyata dia adalah dia. Setelah sekian bulan tidak bertemu. Ketemunya dengan
dibopong.
Tanganku terasa
sakit ketika dokter menyuntikkan cairan pada infuse yangn tertancap pada
tanganku. Dia duduk disampingku. Aku dituntun membaca al-fatihah. Mulai dari
ayat basmalah. Dituntun per-ayat. Tetapi baru beberapa ayat aku sudah tak
sadarkan diri.
Ada kejadian
lucu gara-gara dia. Sampai-sampai semua orang yang disana ketawa semua. Waktu itu
entah apa yang dia lakukan. Yang jelas waktu itu ibuku masak nasi. Terus dia
memasukkan sesuatu ke dandang dengan wadah piring. Setelah sekian lama. Dia
mengambil piring yang ditaruh itu. Kebulan asap keluar dari tempat menanak nasi
itu. Persis tempatnya ketika dapur masih di halaman belakang bagian selatan. Semua
tertawa dan aku pergi kesana. Ternyata piring yang dia masukkan tadi setelah
dikeluarkan, peyot-peyot dari bentuk sebelumnya. Piringnya adalah piring plastik
hijau dengan bagian tengahnya putih. Tapi motifnya aku sudah lupa seperti apa
itu. yang jelas ibu, nenek semuanya jadi tertawa semua.
Ketika dia
sudah tidak bekerja di Surabaya. Ia mencari pekerjaan di rumah. Pertama-tama
dia jualan ranti. Lambat laun ia jualan kebutuhan pokok diluar daerah. Ia harus
pergi kepasar jam 3 pagi. Jam 5 pulang dan tidur lagi. Jam 6 bangun siap-siap
sedangkan ibu membuat gorengan di dapur. Setiap harinya aku mendapat jatah satu
jajanan yang boleh dimakan. Tapi tak jarang aku mengambil 2 jajanan. Jajanan yang
sering aku ambil yaitu terang bulan sama donat. Pernah suatu ketika aku disuruh
berangkat sekolah dengan jalan kaki. Tapi pukul waktu itu sudah menunjukkan jam
7 kurang. Padahal dia sudah menaikkan barang-barang yang mau dijual ke motor. Tapi
aku tetap memaksa untuk diantar ke sekolah. Aku tahu wakt itu jika aku
menyusahkan, tapi mau bagaimana lagi. Jam sudah menunjuk angka 7 sedangkan
waktu jika jalan kaki bisa 25 menitan. Dengan terpaksa dia menuruti permintaan
ku. Hal yang paling senang yaitu ketika
aku dijemput pulang sekolah. Anak mana sih yang tidak senang di jemput bapaknya
ketika pulang sekolah. Tetapi hanya bisa dihitung dengan jari berapa kali dia
menjemput ku. Padahal itu yang paling aku harap harapkan ketika aku masih
sekolah di madrasah.
Aku menangis,
menangis dengan sangat. Ketika dia datang dan aku bisa memeluknya. Pelukan yang
hangat dan senyum manisnya. Aku terdiam. Aku meminta maaf sambil tergugu. “
pak aku minta maaf”. Aku semakin
menangis, menangis dengan lebih sangat ketika pelukan itu mulai pudar. Tangan yang
kupegang itu mulai hampa. Sebagian demi sebagian tubuhnya mulai menghilang. Aku
menangis. Aku menangis seperti anak kecil kehilangan mainannya. Aku menangis
dengan sangatnya. Air mata yang semakin deras mengalir. Aku menangis dan aku
mengangis semakin keras. Dan akhirnya dia menghilang seluruhnya dengan
meninggalkan senyum.
Aku minta
maaf. Seandainya aku masih bisa memeluknya. Aku akan sangat meminta maaf. Aku belum
menjadi anak yang engkau harapkan. Aku masih jauh seperti apa yang engkau
inginkan. Aku tidak melihat saat-saat terakhir engkau pergi. Malam itu rumahku
sudah ramai orang. Malam 22 ramadhan. Tetangga keluar kamar. Aku banyak yang kerumahku dan tidak tidur pada
malam itu. Aku hanya bisa terdiam di kamar. Aku tidak berpikiran jika itu
terjadi. 23 ramadhan hari terakhir kegiatan pondok romadhon di sekolah. Suasana
rumahku sudah semakin syahdu dibanding tadi malam. Ibuku menangis diikuti
kalimat itu. Aku sholat shubuh dan tidak berani beranjak dari kamar. Aku hanya
terdiam di kamar Menangis. Aku tidak mampu melihatnya. Aku tidak mampu
melihatnya. Aku tidak mampu melihatnya. Tidak mampu bukan berarti aku tega. Tetapi
memang aku tidak mampu. Ibuku memeluk ku dengan tangisannya. “ yang sabar ya”. Aku
senyap dengan tangisan. Aku bangun rumahku sudah banyak orang. Guruku,
tetangga, saudara semuanya disitu. Aku lemas dan tertidur kembali. Aku terbangun dan semuanya sudah berlalu.
Sekarang aku yang sudah semakin tidak muda
lagi. Aku hanya ingin menuliskan permintamaafanku atas ketidak hadiranku pada
waktu itu. aku hanya meminta maaf. Aku ingin engkau bangga memiliki aku. Tegur aku
ketika aku berbuat salah. Sapa aku ketika aku merindu.
Rohimul Hadi, 15 maret 2017
ciee sudah tidak muda lagi..haha
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSama ajalah sama kamu @azminidaurrahmah
BalasHapus