Selasa, 14 Maret 2017

Salam Rindu

        Mungkin hanya foto ini yang menggambarkan sosok dia. Dia yang menjadi pemimpin dan panutan di keluargaku. Mungkin hanya dengan foto ini aku bisa kembali kepada masa kecilku. Indah, penuh kenangan, kejengkelan, riangnya semuanya tentang masa kecilku. Memang aku sudah tidak bisa bertemu dengannya kembali. Tetapi aku bisa bertemu dengannya hanya dalam dunia mimpi. Ya, hanya itu jalan satu satunya tiada lain. Mungkin aku tidak terlalu banyak menghabiskan waktu ku dengannya ataupun sebaliknya. Dia yang tidak terlalu banyak yang menghabiskan waktu dengan ku. Ya, karena banyak keterbatasan dan kewajiban yang harus dipikulnya. Ia yang berjuang dan berdedikasi tinggi pada keluarga. Tak peduli apa yang ia rasakan demi keluarganya agar tetap hidup dengan layak. Karena sifanya yang seperti itu. Dia menjadi pahlawan bagi keluarga. Hanya sedikit waktu yang bisa aku habiskan bersamanya, bahkan sangat sangat sedikit sekali. Ia yang harus bekerja berbulan-bulan berpisah dengan keluarga. Ia yang harus bekerja pagi pulang malam. Jam 3 kepasar. Jam 7 pagi berangkat bekerja. Jam 7 malam baru ia pulang dan istirahat. Seperti itulah kesibukannya beberapa tahun sebelum pergi.

         Sungguh aku rindu dia, aku sayang dia. Aku ingat sekali terakhir kali aku melisankan kata-kata  itu padanya. “sayang gak sama bapak? Rindu gak sama bapak?” pertanyaan yang ia lontarkan ketika aku masih belia dan ia masih bekerja di Surabaya. Kepulangannya sangat ditunggu-tunggu. Tak lupa ia selalu membawa satu mainan yang dibawa pulang dari Surabaya. Aku dan mas ku. Pernah dia membawa mainan kereta-keretaan. Ia bawa tiga, tapi yang satunya ada cacat dan aku dikasih yang cacat, yang satunya dikasih ke mas ku dan satunya di jual ke keponakan. Dia tiap kali pulang dari Surabaya selalu bawa mainan yang berbeda. Dia juga mengerti mainan apa yang lagi nge-tren dikalangan anak-anak dimasa itu. Gasing, tamiya, crashgear, gameboard dll. Yang aku salut pada dia adalah ketika berpulang dia selalu bawa oleh-oleh tidak hanya bagi ku dan mas ku tapi untuk orang lain juga. Bawa roti yang ada selai margarinnya. Itu sudah seperti oleh-oleh yang tak pernah ketinggalan. Ada juga astor dan banyak snack-snack lain. Itu semua tidak hanya untuk aku tapi untuk orang lain juga.

          Aku masih bisa merasakan bagaimana kasarnya jenggotnya. Kuku yang agak panjang. Tak lupa ketika dia pulang dari Surabaya. Aku sudah nggendol terus sama dia. Tak bisa lepas. Sering dulu aku tiduran di punggungnya. Ya itulah masa kecilku. Masa-masa aku masih kanak-kanak. Dulu aku pernah diajak ke Surabaya. Dia berbohong padaku beberapa kali. Aku kan masih kanak-kanak dan aku masih belum tahu apa-apa. Waktu di stasiun menunggu kereta yang ingin dinaiki. “ting, tung, ting, tung,…,.,.,.,.,”. kereta terihat dari kejauhan lalu berhenti. Tapi dia tidak naik kereta itu. Tak lama kemudian kereta itu berangkat. “hayo.. sepure weh mangkat. Ditinggal sepure hoo. Klendi weh?”. Singkat cerita di kereta ada yang jualan susu. Aku ingin susu. Tapi dia bilang belinya nanti pas di Sidoarjo yang banyak keretanya. Nanti banyak yang jualan susu disana. Sampai turun dari kereta tidak ada yang berjualan susu lagi. Yah.. kecewa deh. Suatu waktu aku tidur di rumah nenek. Ada yang membopong aku dalam kegelapan. Aku tidak tahu itu siapa tetap saja aku nyenyak dalam tidurku. Keesokan harinya aku baru tahu siapa yang membopong aku tadi malam. Ternyata dia adalah dia. Setelah sekian bulan tidak bertemu. Ketemunya dengan dibopong.

        Tanganku terasa sakit ketika dokter menyuntikkan cairan pada infuse yangn tertancap pada tanganku. Dia duduk disampingku. Aku dituntun membaca al-fatihah. Mulai dari ayat basmalah. Dituntun per-ayat. Tetapi baru beberapa ayat aku sudah tak sadarkan diri.

        Ada kejadian lucu gara-gara dia. Sampai-sampai semua orang yang disana ketawa semua. Waktu itu entah apa yang dia lakukan. Yang jelas waktu itu ibuku masak nasi. Terus dia memasukkan sesuatu ke dandang dengan wadah piring. Setelah sekian lama. Dia mengambil piring yang ditaruh itu. Kebulan asap keluar dari tempat menanak nasi itu. Persis tempatnya ketika dapur masih di halaman belakang bagian selatan. Semua tertawa dan aku pergi kesana. Ternyata piring yang dia masukkan tadi setelah dikeluarkan, peyot-peyot dari bentuk sebelumnya. Piringnya adalah piring plastik hijau dengan bagian tengahnya putih. Tapi motifnya aku sudah lupa seperti apa itu. yang jelas ibu, nenek semuanya jadi tertawa semua.

        Ketika dia sudah tidak bekerja di Surabaya. Ia mencari pekerjaan di rumah. Pertama-tama dia jualan ranti. Lambat laun ia jualan kebutuhan pokok diluar daerah. Ia harus pergi kepasar jam 3 pagi. Jam 5 pulang dan tidur lagi. Jam 6 bangun siap-siap sedangkan ibu membuat gorengan di dapur. Setiap harinya aku mendapat jatah satu jajanan yang boleh dimakan. Tapi tak jarang aku mengambil 2 jajanan. Jajanan yang sering aku ambil yaitu terang bulan sama donat. Pernah suatu ketika aku disuruh berangkat sekolah dengan jalan kaki. Tapi pukul waktu itu sudah menunjukkan jam 7 kurang. Padahal dia sudah menaikkan barang-barang yang mau dijual ke motor. Tapi aku tetap memaksa untuk diantar ke sekolah. Aku tahu wakt itu jika aku menyusahkan, tapi mau bagaimana lagi. Jam sudah menunjuk angka 7 sedangkan waktu jika jalan kaki bisa 25 menitan. Dengan terpaksa dia menuruti permintaan ku.  Hal yang paling senang yaitu ketika aku dijemput pulang sekolah. Anak mana sih yang tidak senang di jemput bapaknya ketika pulang sekolah. Tetapi hanya bisa dihitung dengan jari berapa kali dia menjemput ku. Padahal itu yang paling aku harap harapkan ketika aku masih sekolah di madrasah.

         Aku menangis, menangis dengan sangat. Ketika dia datang dan aku bisa memeluknya. Pelukan yang hangat dan senyum manisnya. Aku terdiam. Aku meminta maaf sambil tergugu. “ pak aku minta maaf”.  Aku semakin menangis, menangis dengan lebih sangat ketika pelukan itu mulai pudar. Tangan yang kupegang itu mulai hampa. Sebagian demi sebagian tubuhnya mulai menghilang. Aku menangis. Aku menangis seperti anak kecil kehilangan mainannya. Aku menangis dengan sangatnya. Air mata yang semakin deras mengalir. Aku menangis dan aku mengangis semakin keras. Dan akhirnya dia menghilang seluruhnya dengan meninggalkan senyum.

         Aku minta maaf. Seandainya aku masih bisa memeluknya. Aku akan sangat meminta maaf. Aku belum menjadi anak yang engkau harapkan. Aku masih jauh seperti apa yang engkau inginkan. Aku tidak melihat saat-saat terakhir engkau pergi. Malam itu rumahku sudah ramai orang. Malam 22 ramadhan. Tetangga keluar kamar. Aku  banyak yang kerumahku dan tidak tidur pada malam itu. Aku hanya bisa terdiam di kamar. Aku tidak berpikiran jika itu terjadi. 23 ramadhan hari terakhir kegiatan pondok romadhon di sekolah. Suasana rumahku sudah semakin syahdu dibanding tadi malam. Ibuku menangis diikuti kalimat itu. Aku sholat shubuh dan tidak berani beranjak dari kamar. Aku hanya terdiam di kamar Menangis. Aku tidak mampu melihatnya. Aku tidak mampu melihatnya. Aku tidak mampu melihatnya. Tidak mampu bukan berarti aku tega. Tetapi memang aku tidak mampu. Ibuku memeluk ku dengan tangisannya. “ yang sabar ya”. Aku senyap dengan tangisan. Aku bangun rumahku sudah banyak orang. Guruku, tetangga, saudara semuanya disitu. Aku lemas dan tertidur kembali.  Aku terbangun dan semuanya sudah berlalu.

      Sekarang aku yang sudah semakin tidak muda lagi. Aku hanya ingin menuliskan permintamaafanku atas ketidak hadiranku pada waktu itu. aku hanya meminta maaf. Aku ingin engkau bangga memiliki aku. Tegur aku ketika aku berbuat salah. Sapa aku ketika aku merindu.


                                                                                                         Rohimul Hadi, 15 maret 2017

4 komentar: